
Bayangkan tidur lelap namun tiba-tiba terbangun karena kehabisan napas—itulah yang dialami penderita Obstructive Sleep Apnea (OSA). Kondisi ini terjadi ketika saluran napas bagian atas tersumbat berulang kali selama tidur, menyebabkan napas terhenti sementara.
Gejalanya tidak selalu disadari oleh penderitanya. Pasangan tidur atau anggota keluarga sering menjadi saksi mendengkur keras disertai henti napas. Penderita OSA biasanya bangun dengan mulut kering, sakit kepala, dan tetap merasa lelah meski sudah tidur lama. Jika dibiarkan, OSA meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke.
Faktor risiko OSA meliputi obesitas, struktur rahang yang sempit, pembesaran amandel, serta konsumsi alkohol atau obat penenang sebelum tidur. Diagnosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan tidur (polisomnografi) yang memantau pola napas, kadar oksigen, dan aktivitas otak.
Penanganannya bisa berupa perubahan gaya hidup (menurunkan berat badan, menghindari tidur telentang), penggunaan alat bantu napas seperti CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), hingga tindakan bedah untuk memperlebar saluran napas.
Gangguan tidur ini bukan hanya masalah tidur—ia dapat merenggut kualitas hidup dan membahayakan kesehatan jangka panjang. Mengetahui tanda-tanda OSA dan mencari penanganan sejak dini adalah langkah penting menuju tidur yang sehat dan hidup yang lebih panjang.
Referensi:
- Epstein LJ, Kristo D, et al. Clinical guideline for the evaluation, management and long-term care of obstructive sleep apnea in adults. J Clin Sleep Med. 2009;5(3):263–276.
- Young T, Peppard PE, et al. Epidemiology of obstructive sleep apnea: a population health perspective. Am J Respir Crit Care Med. 2002;165:1217–1239.